Pelatihan Intensif Indonesia Mengajar memasuki pekan kedua, ada yang
menarik dari sesi forum leadership pekan ini, menghadirkan Amilia Agustin dan
Leonardo Kamilius. Kenal dengan mereka? Beberapa orang mungkin asing ketika
mendengar namanya, tapi jika diceritakan dedikasi yang mereka lakukan untuk
bangsa ini, pastilah banyak yang berkata “oooh!
Saya tahu!”.
Amilia Agustin, gadis berusia 16 tahun ini punya julukan “Ratu Sampah”.
Ami, begitu ia disapa, berbagi pengalamannya menyulap sampah manjadi beraneka
barang yang punya nilai jual tinggi. Ia sangat senang berbagi, menurutnya “Yang terpenting saat kita berbagi bersama
orang lain jangan tanya siapa dia, apakah kita kenal dengan dia, apakah kita
ingin tetap berbagi, karena bagaimana kita bisa berkata bahwa itu bukan urusan
kita sementara mereka juga terlahir dari tanah yang sama dengan kita”. Kita
bisa lihat ketulusan di rentetan kalimat itu. Ami selalu menanamkan hal
tersebut dalam hatinya.
Dimulai sejak masih duduk dibangku SMP, inisiatifnya memilah sampah
organik dan non-organik disepakati beberapa temannya. Aktifitaspun rutin
dilakukan, plastik-plastik sampah dikumpulkan untuk didaur ulang, sedangkan
sampah rumah tangga diolah kembali menjadi pupuk kompos. Ejekan kadang
terdengar di telinganya dan Ami hanyalah gadis biasa yang juga kadang mengeluh.
Ketika itu ia selalu ingat petuah ibunya, “Kalau
kamu mengeluh sudah banyak tetapi yang kamu lakukan baru sedikit, itu tidak
sebanding, yang harus anak muda lakukan justru melakukan hal-hal yang tidak
bisa dilakukan dimasa tua nanti”. Suntikan semangat seakan tertancap
ditubuhnya.
Ada ungkapan menarik dari Ami yang mungkin cukup menggentarkan hati,
“Jika kita bukan orang sembarangan, jangan buang sampah sembarangan “.
Pengalaman Ami ini seakan menjadi cambukan semangat untuk para calon
Pengajar Muda. Ia yang masih belia bahkan telah memaknai hidup dengan
kebermanfaatan dirinya di mata orang lain. “Lalu
apa yang telah saya lakukan sampai usia saya selama ini?”, “Apakah saya sudah bermanfaat untuk orang
lain?”, mungkin itu yang ada di pikiran mereka saat mendengar Ami
bercerita. Calon Pengajar Muda adalah sarjana terbaik di bidangnya yang telah
diseleksi untuk mengikuti program Indonesia Mengajar. Banyak diluar sana
sarjana-sarjana yang belum bisa memberikan manfaat dari ilmunya, menurut Ami, “mereka rata-rata kecerdasan ilmunya tidak
dibarengi dengan kecerdasan emosional, jadi rata-rata mereka baik untuk dirinya
sendiri, pintar untuk dirinya sendiri, bahkan cenderung memikirkan kemapanan
dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain makan atau ngga, tidur enak seperti
kita atau ngga. Jadi terkadang kepedulian itu kalah dengan setan-setan ilmu
yang berkeliaran”. Sudah saatnya kita memaknai hidup bukan untuk diri
sendiri.
Kehadiran Ami sangatlah menginspirasi, dan bisa menjadi bahan cerita
untuk anak-anak di seluruh pelosok negeri. Suatu saat, jika semesta mendukung,
sosoknya akan diteruskan oleh anak-anak pelosok sana. “Tetap semangat. Disana nanti bertemu dengan anak-anak yang hebat.
Jadikanlah anak-anak itu sebagai inspirasi kakak-kakak untuk terus berkarya.
Jangan mudah lelah, jangan mudah putus asa, karena keikhlasan dalam setiap
perbuatan akan terus membuat kita semangat dan akan terus membuat kita senang”,
pesan Ami untuk para calon Pengajar Muda V.
Kembali, kisah inspiratif datang dari Leonardo Kamilius. Usianya 26
tahun. Leon, sapaannya, adalah lulusan cumlaude
Universitas Indonesia. Ia meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai business analyst di McKinsey dan
mendirikan “Koperasi Kasih Indonesia (KKI)” yang berada di Cilincing, Jakarta
Utara. Kata “Kasih” dipakai Leon
karena ia ingin berbagi kasih, berbuat baik kepada sesama. Koperasi ini
melakukan tiga poin, yaitu: memberikan pinjaman modal ringan tanpa jaminan,
menyediakan fasilitas menabung, serta memberikan pendidikan keuangan.
“Banyak orang-orang mampu, mereka ngga berkembang
untuk jadi sejahtera bukan ngga ada kesempatan. Kan keberhasilan adalah ketika
kesempatan bertemu dengan kesiapan”, lanjutnya. Bagi Leon, sharing
pengetahuan bisnis sosial ke para calon Pengajar Muda V seperti ini sangat
penting. “Saya berpikir untuk memberikan
opsi ini di pikiran teman-teman karena sesudah kembali ada yang jadi
professional. Dan bisnis sosial perlu seseorang yang idealis dan juga punya
kemampuan berbisnis, dan mungkin itu bisa pas dengan teman-teman Indonesia
Pengajar”.
“Tulus mau berbuat, tulus mau
memberikan diri kita buat mereka, pasti dengan otomatis kita akan lebih rendah
hati, lebih mudah beradaptasi, lebih mau mendengar. Jagalah semangat awalnya
mau bergabung itu. Karena semangat meskipun didalam akan memancar keluar dalam
hal sikap, kata-kata. Dan itu akan menguatkan teman-teman ketika sulit, ingat
bahwa ini adalah pilihannya teman-teman untuk membantu. Jadi secara sadar
mengambil keputusannya harus konsekuen”, pesannya. “Intinya jaga idealis dan ketulusan itu” lanjut Leon.
Hampir dua minggu mereka menjalani pelatihan intensif, ini artinya dua
minggu pula mereka bersama, berbagi, bersenda-gurau. Berangkat dari latar
belakang yang berbeda, dari motivasi yang berbeda pula, mereka berkumpul mengikuti
pelatihan ini untuk dikirim ke daerah penempatan sebagai agent of change. Kerinduan akan tempat tinggal dan orang
terkasih seakan menjadikan mereka semakin dan semakin semangat menjalaninya.
Setahun bukan waktu yang lama dan ini adalah sebuah kehormatan untuk bisa
membuka jendela pengetahuan dan menemukan mutiara di seluruh pelosok Indonesia.
-Igna. Tim PPL Indonesia Mengajar Div. Community Engagement-
-sebagai salahsatu tugas untuk dokumentasi training
No comments:
Post a Comment