A. Pengertian
i. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
ii. Antropologi Pendidikan
Antropologi adalah studi ilmiah manusia dan banyak budaya yang berbeda-beda. Antropologi pendidikan adalah cara memeriksa sistem pendidikan dari sudut pandang antropolog budaya.
iii. Kurikulum
Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
B. Pendidikan Bermutu
Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. pendidikan yang mengandung tiga proses, yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan.
C. Strategi Peningkatan Pendidikan Bermutu
Misi guru dalam melaksanakan pendidikan berubah dari menciptakan lulusan hanya untuk dunia industri menjadi lulusan yang siap untuk menghadapi pekerjaan yang mengutamakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini berarti bahwa guru diharuskan mampu untuk mempersiapkan seluruh siswa agar memiliki kemampuan berpikir yang meliputi kemampuan menemukan masalah, menemukan, mengintegrasikan, dan mensintesis informasi, menciptakan solusi baru, dan menciptakan kemampuan siswa dalam hal belajar mandiri dan bekerja dalam kelompok.
Selama ini para peserta didik dalam belajar selalu disuapi dan diharuskan untuk menghapal pelajaran tanpa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dalam dirinya. Keterpurukan pendidikan bangsa kita saat ini masih dapat diperbaiki dengan berbagai macam cara yang tentunya harus ada dukungan positif dari berbagai pihak. Baik itu dari pihak yang paling kecil sampai ke pihak yang lebih besar, seperti keluarga, lingkungan sekitar sampai dukungan dari pemerintah. Beberapa contoh peningkatan kualitas pendidikan diantaranya adalah:
1. Membangun Sinergi Antar Pelajaran (integrated-curriculum)
Proses penanaman nilai-nilai akhlak atau budi pekerti di sekolah dasar hingga sekolah menengah akan berjalan efektif jika ada korelasitas (saling berhubungan), koneksitas (saling menyapa) dan hubungan sinergis antara pendidikan agama dengan mata pelajaran lainnya. Ini berarti nilai-nilai akhlak atau budi pekerti tidak harus dibingkai dalam wadah pelajaran Pendidikan Agama maupun PPKn, namun dapat juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia, kesenian, olah raga dan lain-lain dengan penekanan, ruang lingkup dan muatan yang lebih mendalam.
2. Mencengah Dampak Negatif
TV swasta sangat diharapkan akan memberikan pencerahan budaya sekaligus pencerdasan melalui sajian informasi yang disampaikan secara tajam, objektif, dan akurat. Namun tak dapat diingkari kehadiran beberapa TV swasta baru semakin mempertajam tingkat kompetisi bisnis pertelevisian di Indonesia. Sebagai konsekuensinya, para awak TV swasta yang ada, baik pemain lama atau baru harus memutar otak untuk memilih strategi jitu dalam menggaet pemirsa. Logikanya, jika mereka berhasil merebut simpati penonton secara luas maka sejumlah iklan akan masuk.
Yang menjadi keprihatinan kita, ternyata sebagian TV swasta memiliki strategi yang kurang tepat untuk menggaet penonton, diantaranya lewat eksploitasi setidak-tidaknya tampak dalam tiga hal. Pertama, dalam pemilihan judul sinetron remaja sering kali kelihatan terlalu vulgar, menantang, mengandung unsur pornografi. Kedua, pemilihan aktris yang kebanyakan anak-anak dan remaja belia. Ketiga, jenis peran yang dilakoninnya kurang berakar pada budaya pergaulan masyarakat Indonesia dan bahkan kadang kurang sesuai dengan tingkat kematangan psikologis dan umur pemerannya.
D. Kurikulum dalam Budaya Masa Kini
Budaya sekolah memiliki bentuk-bentuk budaya tertentu dan salah satunya adalah bentuk budaya guru yang menggambarkan tentang karakeristik pola-pola hubungan guru di sekolah. Hargreaves (1992) telah mengidentifikasi lima bentuk budaya guru, yaitu :
1. Individualism. Budaya dalam bentuk ini ditandai dengan adanya sebagian besar guru bekerja secara sendiri-sendiri (soliter), mereka menjadi tersisolasi dalam ruang kelasnya, dan hanya sedikit kolaborasi, sehingga kesempatan pengembangan profesi melalui diskusi atau sharing dengan yang lain menjadi sangat terbatas.
2. Balkanization. Bentuk budaya yang kedua ini ditandai dengan adanya sub-sub kelompok secara terpisah yang cenderung saling bersaing dan lebih mementingkan kelompoknya daripada mementingkan sekolah secara keseluruhan. Misalnya, hadirnya kelompok guru senior dan guru junior atau kelompok-kelompok guru berdasarkan mata pelajaran. Pada budaya ini, komunikasi jarang terjadi dan kurang adanya kesinambungan dalam memantau perkembangan perilaku siswa, bahkan cenderung mengabaikannya
3. Contrived Collegiality. Bentuk budaya yang ketiga ini sudah terjadi kolaborasi yang ditentukan oleh manajemen, misalnya menentukan prosedur perencanaan bersama, konsultasi dan pengambilan keputusan, serta pandangan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Bentuk budaya ini sangat bermanfaat untuk masa-masa awal dalam membangun hubungan kolaboratif para guru. Kendati demikian, pada buaya ini belum bisa menjamin ketercapaian hasil, karena untuk membangun budaya kolaboratif memang tidak bisa melalui paksaan.
4. Collaboration. Pada budaya inilah guru dapat memilih secara bebas dan saling mendukung dengan didasari saling percaya dan keterbukaan. Dalam budaya kolaboratif terdapat saling keterpaduan (intermixing) antara kehidupan pribadi dengan tugas-tugas profesional, saling menghargai, dan adanya toleransi atas perbedaan. Moving Mosaic. Pada model ini sekolah sudah menunjukkan karakteristik seperti apa yang disampaikan oleh Senge (1990) tentang “learning organisation”. Para guru sangat fleksibel dan adaptif, semua guru mengambil peran, bekerja secara kolaboratif dan reflektif, serta memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan.
E. Kurikulum untuk Suatu Kebudayaan yang Berubah
Kurikulum tidak dapat berubah terlalu banyak, karena perubahan yang terlalu radikal akan melemahkan hubungan antara berbagai kelompok umur yang dididik dengan mata kajian/mata pelajaran yang berbeda. Sekarang satu dari kekuatan utama yang mendorong perubahan kebudayaan dan selanjutnya mendorong perubahan kurikulum adalah sain dan penggunaannya dalam teknologi. Sekolah sekarang mesti mendidik siswa-siswanya sehingga mereka dapat menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian di masa depan yang tidak dapat diramalkan yang pasti akan terjadi dalam masa hidup meraka. Sebagaimana dikatakan Margaret Mead, ”Tidak seorangpun akan menjalani semua kehidupannya di dunia seperti waktu ia dilahirkan, dan tidak seorangpun akan mati di dunia seperti waktu ia bekerja ketika ia dewasa”.
1. Kurikulum Menurut Kaum Progresif
Para pendidik progresif mempertahankan bahwa untuk menyesuaikan pendidikan
dengan umum dan khusus kepada kebudayaan masa kini. Dari pendidikan umum
siswa-siswa harus mendapatkan latihan intelektual dan pengetahuan dasar yang
diperlukan mereka umtuk mengerti keadaan sekarang dan perubahan-perubahan masa
depan. Dari kurikulum umum, dia harus memperoleh hirarki nilai-nilai, tidak
absolut tetapi agak terbuka terhadap revisi-revisi, berdasarkan hirarki ini dia
akan dapat memutuskan apakah akan menerima baik, menyetujui, atau menolak
perubahan tertentu. Umpamanya, dia harus membentuk standarnya sendiri tentang
moralitas umum dan pribadinya sendiri. Jika kedua jenis kurikulum berhubungan
dengan kebudayaan masa kini, tapi dari titik pandang yang berbeda, siswa-siswa
akan belajar bagaimana menilai berbagai situasi budaya pada waktu bersamaan
sehingga dia belajar teknik-teknik bagaimana mengambil keputusan.
Usul golongan progresif ialah dengan menggunakan pendekatan sekolah dasar yang lebih umum sampai ke tingkat lanjutan melalui penggunaan kurikulum inti dalam pendidikan umum. Theodore Brameld, telah mengusulkan, bahwa kurikulum harus difokuskan kepada hubungan-hubungan manusia dalam tiga bidang budaya yaitu yang pertama famili, sex, dan hubungan orang demi orang. Yang kedua, agama, kelas, kasta, dan kelompok-kelompok status, dan yang ketiga, kawasan daerah, bangsa-bangsa dan sistem-sistem dan keseluruhan kebudayaan. Jika sebuah program harus lebih terintegrasi daripada kurikulum akademis tradisional, program tersebut harus memadukan elemen-elemen yang beragam dalam bentuk konfigurasi yang luas dari kebudayaan.
2. Kurikulum Menurut Kaum Konservatif
Para pendidik konservatif mempertahankan bahwa dalam masa-masa perubahan yanag
cepat pendidikan harus bertindak sebagai kekuatan yang menstabilkan. Menurut
kaum konservatif, kekacauan yang ada dalam kebudayaan kita tidak dapat menjadi
alasan untuk membingungkan anak-anak. Makin cepat tingkat perubahan, anak-anak
semakin memerlukan sejumlah pengetahuan dan prinsip-prinsip yang secara radikal
tidak perlu berubah, betapa banyakpun dia ditambah atau disaring.
Menyelaraskan
anak terhadap perubahan dengan menggunakan sebuah fokus pada masalah-masalah
masa kini mempunyai kelemahan–kelemahan antara lain hal tersebut bersifat
selektis, menguntungkan kurikulum pada keadaan kebudayaan dan bukan para
prinsip-prinsip bagi menentukan apa yang berharga dipelajari dari kebudayaan.
Akhirnya dengan menjadikan sekolah sebagai ”sebuah forum bagi diskusi isu-isu
masa kini”, sekolah akan membuka dirinya bagi tekanan-tekanan kelompok-kelompok
kepentingan yang bersaingan.
Fungsi sekolah yang sebenarnya adalah untuk menolong orang muda untuk sementara berdiri terpisah dari sebuah komplek masalah ketika ia menganalisanya dan menyusun strategi untuk menghadapi berbagai elemen-elemennya. Mereka membagi-bagi masalah hidup yang ada menjadi problem-problem yang terpisah-pisah yang dapat diselesaikan oleh metode-metode khusus yang tepat. Pengikut konservatif percaya bahwa pendidikan harus melalui tahap-tahap yang berbeda.
F. Pengaruh Antropologi Pendidikan terhadap Pendidikan yang Bermutu
Mutu dan relevansi pendidikan memang masalah terbesar pendidikan indonesia. Lamanya waktu belajar tidak serta merta akan membuat seseorang memahami apa yang telah dipelajarinya.
Manusia merupakan makhluk yang sangat kreatif dalam segala hal dan memiliki pemikiran serta tingkah laku yang senantiasa dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkannya. Oleh karena itu, antropologi manusia atau kebiasaan manusia yang baik akan sangat memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia khususnya.
G. KESIMPULAN
Tujuan pendidikan sejati tidaklah hanya mengisi ruang-ruang imajinasi dan intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun memperkenalkan mereka pada aspek kecerdasan emosi, tapi lebih kepada mempersiapkan mereka untuk mengenal Tuhan dan sesama untuk pencapaian yang lebih besar bagi kekekalan.
Berhasil tidaknya pelaksanaan kurikulum sangat bergantung pada guru, sebab di tangan gurulah kompetensi minimal yang telah ditetapkan harus dijabarkan ke dalam bentuk silabus dan bahan ajar. Kurikulum yang dilaksanakan di sekolah berpengaruh pada intelegensi siswanya, jadi apabila kurikulum di suatu lembaga pendidikan sesuai dengan keadaan siswa, lingkungan sekitar dan segala aspek yang terkait, maka minimal siswa-siswanya akan menjadi lebih kritis dalam menghadapi suatu masalah dan pendidikan di sekolah tersebut juga akan lebih bermutu.
Peran antropologi dalam mengembangkan kurikulum untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu seperti misalnya di dalam keluarga anak diajarkan atau dijelaskan ketika ingin pergi hendaknya bersalaman atau izin terlebih dahulu dengan orangtua, disini peran antropologi sudah terlihat dengan memberikan penjelasan tentang kebiasaan yang positif kepada anak. Disekolah dalam pelajaran agama seorang guru mengajarkan kepada siswanya tentang sopan santun terhadap orangtua salah satu contohnya yaitu bersalaman dengan orangtua ketika ingin berangkat sekolah. Di kehidupan sehari-hari anak sudah mulai terbiasa bersalaman dan meminta izin ketika ia ingin pergi. Disini terlihat pendidikan yang bermutu yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://sabre0805.wordpress.com/2010/05/10/pentingnya-mempertahankan-nilai-nilai-budaya-sendiri/
http://tentangkomputerkita.blogspot.com/2010/01/antropologi-pendidikan-dan-kebudayaan.html
http://lzamzami.multiply.com/reviews/item/3
http://id.shvoong.com/social-sciences/anthropology/1644470-antropologi-dan-konsep-kebudayaan/
Manan, Imran. 1989. Antropologi Pendidikan Suatu Pengantar. Jakarta: Depdikbud.
Zubaedi. 2005. Pendidikan Berbasis Masyarakat : Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/pengertian-pendidikan.htm
http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=231&Itemid=54
http://artikel.total.or.id/artikel.php?id=1204&judul=Pendidikan
Id.netlog.com//blogid=9409
makasih gan infonya .. sukses selalu
ReplyDelete